Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Tujuh Alasan RKUHP Harus Dihentikan

Reporter

image-gnews
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dinilai KontraS masih dipenuhi sejumlah pasal bermasalah.
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dinilai KontraS masih dipenuhi sejumlah pasal bermasalah.
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi Nasional Reformasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mendesak Pemerintah dan DPR menghentikan seluruh usaha mengesahkan RKUHP. Aliansi menilai RKUHP masih memuat banyak permasalahan dan masih mengandung rasa penjajah. Aliansi juga meminta RKUHP tersebut dibahas ulang dan menolak RKUHP dijadikan sebagai alat dagangan politik. “Tidak hanya oleh Presiden Jokowi. Tetapi juga semua partai politik yang terlibat dalam pembahasan RKUHP,” kata juru bicara Aliansi, Wahyu, kepada Tempo, Senin 12 Februari.

Menurut Wahyu, sebagai “alat dagangan,” itu karena dalam beberapa hal, isu-isu yang dibahan di DPR menjadi obyek untuk mempromosikan partai-partai tersebut. “Masalah LGBT misalnya, menjadi bahan yang menarik untuk melambungkan partai-partai tertentu, dan menyudutkan kelompok LGBT,” katanya.

Baca: Serengah Abad untuk Membuat RKUHP.

Aliansi yang terdiri dari sejumlah organisasi (ICJR, Elsam, YLBHI, ICW, PSHK, LeIP, AJI Indonesia, KontraS, LBH Pers, Imparsial, HuMA, LBH Jakarta, PSHK, Arus Pelangi, HRWG, Demos, SEJUK, LBH APIK, LBH Masyarakat, KRHN, MAPPI FH UI, ILR, ILRC, ICEL, Desantara, WALHI, TURC, Jatam, YPHA, CDS, ECPAT, Rumah Cemara, PKNI, PUSKAPA Universitas Indonesia, PBHI) mencatat tujuh alasan kenapa RKUHP  harus dihentikan pembahasannya. Ketujuh alasan tersebut:

Pertama, RKUHP berperspektif pemenjaraan dan sangat represif membuka ruang kriminalisasi melebihi KUHP produk kolonial (over-criminalization). RKUHP ini dinilai menghambat proses reformasi peradilan karena memuat sejumlah kriminalisasi baru dan ancaman pidana yang sangat tinggi yang dapat menjaring lebih banyak orang ke dalam proses peradilan dan menuntut penambahan anggaran infrastruktur peradilan.

Kedua, RKUHP dinilai belum berpihak pada kelompok rentan, terutama untuk  anak dan perempuan. Dengan sulitnya akses pada pencatatan perkawinan, pengaturan pasal perzinahan dan samen leven tanpa pertimbangan yang matang, jika disahkan, berpotensi membahayakan 40 hingga 50 juta masyarakat adat dan 55% pasangan menikah di rumah tangga miskin yang selama ini kesulitan memiliki dokumen perkawinan resmi.

Kriminalisasi hubungan privat di luar ikatan perkawinan juga berpotensi meningkatkan angka kawin yang sudah dialami 25% anak perempuan di Indonesia.

Ketiga, RKUHP mengancam program pembangunan pemerintah, terutama program kesehatan, pendidikan, ketahanan keluarga, dan kesejahteraan masyarakat. Aliansi menilai  larangan penyebaran informasi tentang kontrasepsi dalam RKUHP berpotensi menghambat program kesehatan dan akses terhadap layanan HIV karena layanan kesehatan reproduksi dan HIV akan semakin sulit menjangkau anak, remaja, dan populasi yang rentan yang takut diancam pidana.

Selain itu RKUHP juga dinilai akan  menghambat program pendidikan 12 tahun karena pernikahan akan semakin dirasa sebagai pilihan rasional untuk menghindari pemenjaraan akibat perilaku seks di luar nikah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Keempat, RKUHP mengancam kebebasan berekspresi dan memberangus proses berdemokrasi. Menurut Aliansi kembalinya pasal penghinaan presiden, yang merupakan salah satu monumen penjajah kolonial, adalah bukti RKUHP bertentangan dengan Konstitusi.

Kelima, RKUHP memuat banyak pasal karet dan tak jelas yang mendorong praktik kriminalisasi, termasuk intervensi terhadap ruang privat warga. RKUHP akan memberikan kewenangan pada aparat penegak hukum dan pemerintah daerah untuk melakukan kriminalisasi terhadap pelanggaran hukum yang hidup dalam masyarakat tanpa indikator dan batasan yang jelas dan ketat. RKUHP juga memiliki banyak pasal-pasal multitafsir dan tak jelas seperti pidana penghinaan, penghinaan presiden dan lembaga negara, kriminalisasi hubungan privat, dan lain sebagainya yang pada dasarnya dapat memenjarakan siapa saja.

Keenam, RKUHP mengancam eksistensi lembaga independen. Menurut Aliansi DPR dan Pemerintah sama sekali tidak mengindahkan masukan dari beberapa lembaga independen negara seperti KPK, BNN, dan Komnas HAM yang telah menyatakan sikap untuk menolak masuknya beberapa tindak pidana ke dalam RKUHP seperti Korupsi, narkotika dan pelanggaran berat HAM

Ketujuh, dengan melihat ke enam poin di atas, terlihat bahwa RKUHP dibahas tanpa melibatkan sektor kesehatan masyarakat, sosial, perencanaan pembangunan, pemasyarakatan, dan sektor-sektor terkait lainnya.

Misalnya RKUHP sama sekali tidak melibatkan perspektif pemasyarakatn untuk melihat kesiapan Negara dalam menanggulangi beban pemidanaan yang begitu besar, atau sektor kesehatan yang tidak pernah diajak duduk bersama terkait masalah dampak kesehatan publik akibat sejumlah kriminalisasi dalam RKUHP.

DPR dan Pemerintah menurut rencana akan mengambil putusan untuk menetapkan RKUHP menjadi KUHP sebelum 14 Februari ini. Tapi, melihat adanya sejumlah pembahasan pasal yang belum rampung, besar kemungkinan pengesahan RKUHP itu mundur. 

 LESTANTYA R. BASKORO

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Video Acara Pembukaan Olimpiade Paris 2024 Dihapus dari YouTube

52 hari lalu

Penonton berpose dengan patung cincin Olimpiade Paris 2024, di  Teahupo'o, Tahiti, Polinesia, Prancis - 25 Juli 2024.REUTERS/Carlos Barria
Video Acara Pembukaan Olimpiade Paris 2024 Dihapus dari YouTube

IOC menghapus video acara pembukaan Olimpiade Paris 2024 dari kanal YouTube karena dituduh memparodikan LGBT


Bareskrim Sita Ratusan Obat Perangsang Poppers Asal Cina, Sudah Dinyatakan Berbahaya oleh BPOM

59 hari lalu

Dirtipidnarkoba Bareskim Polri ungkap 2 kasus narkotika, jaringan Malaysia- Indonesia dan Myanmar-Indonesia. Mereka amankan 157 kg sabu. Senin, 22 Juli 2024. Jihan Ristiyanti
Bareskrim Sita Ratusan Obat Perangsang Poppers Asal Cina, Sudah Dinyatakan Berbahaya oleh BPOM

BPOM menyatakan obat perangsang Poppers asal Cina berbahaya. Bareskrim menyita ratusan obat tersebut di Bekasi dan Banten.


Thailand Jadi Negara Asia Tenggara Pertama yang Legalisasi Pernikahan Sesama Jenis

19 Juni 2024

Anggota komunitas LGBTQ+ bereaksi ketika mereka tiba menghadiri disetujuinya RUU kesetaraan pernikahan dalam pembacaan kedua dan ketiga oleh Senat, yang secara efektif menjadikan Thailand melegalkan pernikahan sesama jenis, di Bangkok, Thailand, 18 Juni 2024. REUTERS/Chalinee Thirasupa
Thailand Jadi Negara Asia Tenggara Pertama yang Legalisasi Pernikahan Sesama Jenis

Senat Thailand mendukung RUU kesetaraan pernikahan dengan suara 130 berbanding empat.


Paus Fransiskus Minta Maaf atas Laporan Media tentang Penggunaan Kata Homofobik

28 Mei 2024

Paus Fransiskus mengadakan audiensi umum mingguan, di aula Paulus VI di Vatikan, 3 Januari 2024. Media Vatikan/Handout via REUTERS/File Foto
Paus Fransiskus Minta Maaf atas Laporan Media tentang Penggunaan Kata Homofobik

Media Italia ramai memberitakan bahwa Paus Fransiskus menggunakan istilah yang dianggap menghina untuk menggambarkan komunitas LGBT.


500 Demonstran Unjuk Rasa Damai di Peru Mendesak Undang-undang yang Mengatur LGBT Dihapus

19 Mei 2024

Ilustrasi LGBT. Dok. TEMPO/ Tri Handiyatno
500 Demonstran Unjuk Rasa Damai di Peru Mendesak Undang-undang yang Mengatur LGBT Dihapus

Demonstran menuntut penghapusan undang-undang baru yang menggambarkan transgender dan jenis LGBT lainnya masuk kategori sebuah penyakit mental


Menanti Senat dan Raja, Thailand Selangkah Lagi Melegalkan Pernikahan Sesama Jenis

27 Maret 2024

Komunitas LGBT Thailand berpartisipasi dalam Parade Hari Kebebasan Gay di Bangkok, Thailand, 29 November 2018. REUTERS/Soe Zeya Tun
Menanti Senat dan Raja, Thailand Selangkah Lagi Melegalkan Pernikahan Sesama Jenis

Parlemen Thailand dengan suara bulat menyetujui rancangan undang-undang yang melegalkan pernikahan sesama jenis


Rusia Masukkan 'Gerakan LGBT' ke dalam Daftar Organisasi Ekstremis dan Teroris

23 Maret 2024

Petugas berjaga selama unjuk rasa komunitas LGBT
Rusia Masukkan 'Gerakan LGBT' ke dalam Daftar Organisasi Ekstremis dan Teroris

Sebelum gerakan LGBT, entitas mulai dari Al Qaeda hingga raksasa teknologi AS Meta dan Garry Kasparov masuk dalam daftar tersebut.


2 Tentara Amerika Serikat Diduga Mencuri Bendera LGBT dari Rumah Pasangan Lesbian

8 Februari 2024

Warga mengibarkan bendera kebanggaan selama parade Pride NYC 2022, di New York City, New York, AS, 26 Juni 2022. Perayaan kebanggaan yang diselenggarakan oleh komunitas LGBTQ di seluruh Amerika Serikat berlangsung setelah salah seorang hakim yang menyampaikan keputusan Mahkamah Agung yang mencabut perlindungan hak aborsi bagi kaum perempuan. REUTERS/Brendan McDermid
2 Tentara Amerika Serikat Diduga Mencuri Bendera LGBT dari Rumah Pasangan Lesbian

Dua tentara Amerika Serikat ditahan dan didakwa atas tuduhan pencurian dan bias karena beberapa kali mencuri bendera LGBT


Rencana Aturan Baru Publisher Game Dinilai Bisa Rugikan Konsumen

29 Januari 2024

Ilustrasi permainan game. (ANTARA/Samsung)
Rencana Aturan Baru Publisher Game Dinilai Bisa Rugikan Konsumen

Kementerian Komunikasi dan Informatika berencana mengeluarkan aturan baru terkait publisher game dan rating game. Dinilai bisa merugikan konsumen.


Paus Fransiskus: Pemberkatan Pasangan LGBT Bukan Persetujuan pada Gaya Hidup

27 Januari 2024

Paus Fransiskus mengadakan audiensi umum mingguan, di aula Paulus VI di Vatikan, 3 Januari 2024. Media Vatikan/Handout via REUTERS/File Foto
Paus Fransiskus: Pemberkatan Pasangan LGBT Bukan Persetujuan pada Gaya Hidup

Paus Fransiskus mengatakan bahwa dokumen Vatikan tentang pemberkatan bagi pasangan sesama jenis bukan sebuah persetujuan terhadap gaya hidup LGBT