Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Setelah Mahkamah Konstitusi Menyatakan KPK Bagian dari Eksekutif

Reporter

image-gnews
(kiri-kanan) Juru bicara Mahkamah konstitusi Fajar Laksono S, ketua dewan etik MK, Ahmad Rustandi, Salahuddin Wahid, dan Humas mk, Rubiyo saat melakukan konferensi pers terkait sanksi pelanggaran kode etik yang dolakukan oleh ketua MK Arief Hidayat. TEMPO/Amston Probel
(kiri-kanan) Juru bicara Mahkamah konstitusi Fajar Laksono S, ketua dewan etik MK, Ahmad Rustandi, Salahuddin Wahid, dan Humas mk, Rubiyo saat melakukan konferensi pers terkait sanksi pelanggaran kode etik yang dolakukan oleh ketua MK Arief Hidayat. TEMPO/Amston Probel
Iklan

PUTUSAN Mahkamah Konstitusi yang menyatakan Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) bagian dari eksekutif membawa konsekuensi lembaga ini tidak lagi independen.

Putusan yang diketuk Kamis lalu itu  segera mendapat sorotan para ahli hukum karena setidaknya dua hal. Pertama, putusan tersebut menunjukkan ketidakkonsistenan MK terhadap putusan sebelumnya atas eksistensi KPK. Kedua, putusan tersebut diketuk di tengah-tengah desakan mundur banyak pihak –termasuk sekitar 50 guru besar berbagai perguruan tinggi-  terhadap   Arief Hidayat  dari posisinya sebagai Ketua MK dan Hakim Konstitusi.

Arief mendapat sorotan karena beberapa waktu lalu mengadakan “pertemuan rahasia” dengan sejumlah pimpinan Komisi Hukum DPR. Pertemuan tanpa sepengetahuan anggota MK lain tersebut ditengarai berkaitan dengan keinginan Arief untuk kembali duduk sebagai hakim konstitusi. 

Baca: Main Mata Hakim Konstitusi Arief Hidayat.

DPR memang kemudian memilih kembali Arief Hidayat sebagai Ketua MK. Namun, pertemuannya dengan para pimpinan Komisi Hukum (antara lain di sebuah hotel di Jakarta) dinilai telah melanggar etika. Dewan Etik MK menyatakan Arief melakukan pelanggaran etik ringan dan menjatuhkan sanksi teguran. Namun, sejumlah aktivis hukum mendesak Arief mundur karena tak pantas lagi duduk sebagai hakim konstitusi. Sejumlah pakar hukum, pasca putusan MK terhadap KPK diketuk itu, menengerai putusan yang merugikan KPK ini  berkaitan dengan “lobi-lobi Arief” ke DPR beberapa waktu lalu itu.

Putusan MK Nomor 36/PUU-XV/2017 itu tak bulat. Lima hakim sepakat KPK bagian dari eksekutif dan empat hakim lain tak sepakat. Mereka yang sepakat: Arief Hidayat, Wahiduddin Anas, Anwar Usman, Manahan Sitompul, dan Aswanto. Ada pun yang tak sepakat adalah Saldi Isra, I Dewa Gede Palguna, Suhartoyo, dan Maria Farida.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dasar hukum MK menyatakan KPK bagian dari eksekutif dan bisa dikenakan hak angket  karena lembaga ini melakukan fungsi eksekutif, seperti hanya lembaga kepolisian dan kejaksaan.  Dengan memiliki fungsi itu, maka, menurut putusan tersebut, KPK bisa dikenakan hak angket sebagai bagian mekanisme checks and balances.

Walau menetapkan KPK sebagai bagian eksekutif, tapi putusan itu menyingkirkan kewenangan KPK, yakni penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebagai hal yang bisa diangket.  Putusan limitatif ini pun sebenarnya tak lazim dan bisa dipertanyakan. Semestinya sebuah putusan adalah utuh. Apalagi argumen putusan itu juga merujuk pada kejaksaan dan kepolisian yang memiliki wewenang melakukan penyelidikan atau penuntutan.

 Putusan atas permintaan uji materi Pasal 79 ayat 3 UU tentang MPR, DPR, DPRD  ini serta merta mementahkan putusan KPK terdahulu  perihal kedudukan KPK.  Sebelumnya dalam beberapa putusannya, antara lain putusan MK No. 5/PUU-IX/2011 pada 20 Juni 2011, MK menyatakan KPK adalah lembaga negara independen. 

Pengakuan MK  bahwa KPK sebagai lembaga independen sejalan dengan UU tentang KPK yang menyatakan lembaga ini bebas dari intervensi siapa pun.  Pemilihan Ketua dan anggota KPK melalui mekanisme pemilihan oleh tim independen dan kemudian DPR, tidak ditunjuk oleh presiden seperti Jaksa dan Kepala Polri, menunjukkan bahwa KPK tidak sama dengan kedua lembaga eksekutif tersebut.

Putusan MK adalah final dan mengikat. Putusan MK atas posisi KPK sebagai bagian eksekutif telah menjadikan langit mendung dalam pemberatasan korupsi di Indonesia. DPR dengan putusan ini bisa   setiap saat mengajukan hak angket atas KPK.  Putusan yang tidak hanya menyebut KPK sebagai  bagian eksekutif itu juga bisa ditafsirkan Dewan menyangkut juga pada komisi dan lembaga independen lain, termasuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau bahkan Komisi atau Lembaga Penjamin Simpanan. Dan itu berbahaya  karena tidak mustahil putusan MK itu bisa digunakan sebagai mesiu untuk melakukan praktik korupsi. (LRB)

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Respons Timnas AMIN jika MK Tolak Gugatannya soal Sengketa Pilpres

2 jam lalu

Ketua Umum Tim Hukum Nasional AMIN, Ari Yusuf Amir memberikan keterangan pers di Markas Pemenangan AMIN, Jl Diponegoro X, Jakarta, Kamis, 28 Desember 2023. Dalam konferensi pers tersebut Tim Hukum Nasional (THN) membeberkan sejumlah dugaan pelanggaran kampanye pemilu dan meminta aparat penegak hukum harus bersikap adil dan netral dalam proses penyelenggaraan pemilu 2024. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Respons Timnas AMIN jika MK Tolak Gugatannya soal Sengketa Pilpres

Timnas AMIN merespons soal kemungkinan MK menolak permohonan sengketa Pilpres mereka.


MK Akan Bacakan Putusan Sengketa Pileg pada 10 Juni

2 jam lalu

Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono saat ditemui di Gedung MK, Jakarta Pusat pada Jumat, 19 April 2024. TEMPO/Amelia Rahima Sari
MK Akan Bacakan Putusan Sengketa Pileg pada 10 Juni

MK langsung menangani sengketa hasil Pileg, begitu selesai merampungkan sengketa hasil Pilpres pada Senin besok.


Ekonom Optimistis MK Benarkan Politisasi Bansos, Prediksi 3 Kemungkinan Putusan

4 jam lalu

Presiden Joko Widodo menyerahkan bantuan pangan atau bansos beras kepada masyarakat penerima manfaat di Kompleks Pergudangan Bulog Kampung Melayu, Kota Singkawang, Provinsi Kalimantan Barat, pada Rabu, 20 Maret 2024. Foto Sekretariat Presiden
Ekonom Optimistis MK Benarkan Politisasi Bansos, Prediksi 3 Kemungkinan Putusan

Ekonom yakin majelis hakim MK akan membenarkan adanya politisasi bansos dengan 3 kemungkinan putusan.


Kata TPN Ganjar-Mahfud jika Gugatan Sengketa Pilpres Ditolak MK

5 jam lalu

Chico Hakim. Instagram
Kata TPN Ganjar-Mahfud jika Gugatan Sengketa Pilpres Ditolak MK

TPN Ganjar-Mahfud merespons jika permohonan sengketa Pilpres ditolak MK.


Manuver Politik Bupati Sidoarjo Tersangka Korupsi, Gus Muhdlor dari PKB Dukung Prabowo-Gibran sampai Tak Hadir Panggilan KPK

6 jam lalu

Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali melakukan orasi di parkir selatan Ponpes Bumi Sholawat, Tulangan, Sidoarjo, Jawa Timur, Kamis 1 Februari 2024. ANTARA FOTO/Umarul Faruq
Manuver Politik Bupati Sidoarjo Tersangka Korupsi, Gus Muhdlor dari PKB Dukung Prabowo-Gibran sampai Tak Hadir Panggilan KPK

Bupati Sidoarjo, Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi oleh KPK. Berbagai manuver dilakukannya.


MK Terima 47 Amicus Curiae soal Sengketa Pilpres

7 jam lalu

Gedung Mahkamah Konstitusi. TEMPO/MAGANG/MUHAMMAD FAHRUR ROZI.
MK Terima 47 Amicus Curiae soal Sengketa Pilpres

MK menyatakan telah menerima 47 amicus curiae atau sahabat pengadilan untuk sengketa Pilpres per kemarin.


Nilai Objek Pencucian Uang Bekas Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto Capai Rp 20 Miliar

7 jam lalu

Eko Darmanto. kejati-diy.go.id
Nilai Objek Pencucian Uang Bekas Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto Capai Rp 20 Miliar

KPK menetapkan bekas Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto tersangka penerimaan gratifikasi dan pencucian uang


KPK akan Periksa Keluarga Syahrul Yasin Limpo soal Dugaan Pencucian Uang

8 jam lalu

Terdakwa kasus pemerasan dan gratifikasi Syahrul Yasin Limpo (kiri) berjalan meninggalkan ruangan usai mengikuti sidang pembacaan eksepsi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu, 13 Maret 2024. ANTARA/Rivan Awal Lingga
KPK akan Periksa Keluarga Syahrul Yasin Limpo soal Dugaan Pencucian Uang

KPK akan periksa keluarga Syahrul Yasin Limpo soal aliran uang hasil dugaan korupsi di Kementan


Pakar Pemilu Ragu Mahkamah Konstitusi Bakal Berani Diskualifikasi Gibran

8 jam lalu

Pakar kepemiluan dari Universitas Indonesia (UI) Titi Anggraini saat ditemui di Pusdik MK, Bogor, Jawa Barat pada Rabu, 6 Maret 2024. TEMPO/Amelia Rahima Sari
Pakar Pemilu Ragu Mahkamah Konstitusi Bakal Berani Diskualifikasi Gibran

Titi Anggraini, mengatakan Mahkamah Konstitusi (MK) tidak akan berani mengabulkan permohonan kubu Anies dan Ganjar yang meminta diskualifikasi Gibran


TKN Sebut Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi Saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres

16 jam lalu

Ketua Koordinator Strategis Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran Sufmi Dasco Ahmad memberikan keterangan pers di Media Center TKN Prabowo-Gibran, Jakarta, Kamis, 30 November 2023. TKN Prabowo-Gibran meminta agar tidak ada lagi yang menuding pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres cacat hukum. TEMPO/M Taufan Rengganis
TKN Sebut Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi Saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres

Menurut Dasco, Prabowo juga berpesan kepada para pendukungnya untuk mempercayakan hasil putusan sengketa PHPU Pilpres 2024 ke hakim MK.