Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Pengadilan Tangerang dan Suap Hakim Wahyu Widya Nurfitri

Reporter

image-gnews
Hakim, Wahyu Widya Nurfitri, memakai rompi tahanan usai jalani pemeriksaan setelah terjaring operasi tangkap tangan Pengadilan Negeri Tangerang, di gedung KPK, Jakarta, 13 Maret 2018. Dalam operasi tangkap tangan, KPK menetapkan empat tersangka terkait kasus suap dengan nilai total uang suap sebesar Rp.30 juta untuk pengurusan perkara perdata wanprestasi yang disidangkan di PN Tangerang. TEMPO/Imam Sukamto
Hakim, Wahyu Widya Nurfitri, memakai rompi tahanan usai jalani pemeriksaan setelah terjaring operasi tangkap tangan Pengadilan Negeri Tangerang, di gedung KPK, Jakarta, 13 Maret 2018. Dalam operasi tangkap tangan, KPK menetapkan empat tersangka terkait kasus suap dengan nilai total uang suap sebesar Rp.30 juta untuk pengurusan perkara perdata wanprestasi yang disidangkan di PN Tangerang. TEMPO/Imam Sukamto
Iklan

Penangkapan hakim Pengadilan Negeri Tangerang Wahyu Widya Nurfitri dan panitera pengganti Tuti Atika untuk sekian kalinya membuktikan betapa masih banyaknya mental hakim kita yang bobrok. Para hakim seperti ini harus mendapat hukuman seberat-beratnya. Mereka tak saja semakin mencoreng wajah lembaga peradilan, tapi lebih dari itu telah  memainkan keadilan, sesuatu yang harusnya mereka tegakkan dan mereka telah bersumpah untuk itu.

Ironis karena ditangkapnya keduanya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi hanya berselang dua pekan setelah Ketua Mahkamah Agung, Hatta Ali, dalam acara Laporan Tahunan Mahkamah Agung yang dihadiri Presiden Joko Widodo 1  Maret lalu di JCC Senayan,  meminta para hakim tak memainkan perkara. Ancaman  Ketua Mahkamah yang menyatakan  hakim yang tak bisa dibina akan "dibinasakan,"  seakan sama sekali tak berarti.

Wahyu Widya Nurfitri ditangkap Senin pekan lalu karena diduga menerima suap sebesar Rp 30 juta dari dua pengacara untuk memenangkan kasus perdata yang ditanganinya. Modus “klasik” mempermainkan putusan itu, antara lain dilakukan dengan cara menunda putusan selama kesepakatan dengan penyuap belum tercapai. Vonis Wahyu pada akhirnya memang memenangkan pihak penyuap.

Kasus perdata adalah kasus yang rawan untuk dipermainkan. Para pengacara yang ingin kliennya menang  -dengan cara apa pun- akan berusaha untuk mempengaruhi putusan hakim, dengan cara apa pun juga. Bagi mereka yang berperkara  serta  kuasa hukumnya yang berpikir  pragmatis, "membuang," misalnya,  Rp 200 juta adalah tak masalah sejauh mereka menang dalam kasus bernilai, misalnya, Rp 1 miliar. Dan pintu masuk untuk ke situ, tak ada yang lebih mujarab selain melalui panitera, pihak yang paling “dekat” dengan hakim.

Sebelum Wahyu, sudah tak terhitung lagi jumlah hakim yang ditangkap karena menerima suap. Tak hanya di Pengadilan di Jakarta yang dikenal sebagai pengadilan yang menyidangkan kasus-kasus perdata kakap, juga di pengadilan di daerah. Pada Februari 2017, misalnya, Majelis Kehormatan Hakim yang terdiri dari hakim agung dan anggota Komisi Yudisial memecat hakim Pangeran Napitupulu dari Pengadilan Tinggi Pekanbaru.  Pangeran diduga menerima suap sekitar Rp 1 miliar untuk memenangkan sebuah perkara.

Baca: Main Mata Ketua Mahkamah Konstitusi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Karena itu, untuk kasus ini, Mahkamah Agung –dalam hal ini Badan Pengawasan MA- tidak hanya memberi sanksi pemecatan, tapi semestinya menelisik rekam jejak hakim Wahyu selama ini.  Putusan yang dijatuhkan hakim ini, baik yang kini masih di Pengadilan Tinggi maupun tingkat Mahkamah Agung harus dilihat kembali. Tidak mustahil putusan ini pun jauh dari keadilan, putusan yang diketuk berdasar, “siapa yang berani membayar tinggi.”

Perbuatan memalukanyang dilakukan hakim Wahyu Widya Nurfitri juga mencoreng nama pengadilan negeri Tangerang yang selama ini dikenal sebagai pengadilan yang galak terhadap perkara-perkara narkoba. Kita tahu sejak 1990-an para hakim di pengadilan Tangerang  dikenal reputasinya sebagai hakim yang tak memberi maaf pada para bandar narkoba. Hampir semua bandar narkoba yang diadili di pengadilan ini divonis hukuman mati –hal yang membuat pengadilan itu  dijuluki “pengadilan pencabut nyawa bandar narkoba.”  Dua tahun lalu, pengadilan ini pun masih memvonis hukuman mati warga negara Cina, Ng Ka Fung karena menyelundupkan sabu 88 kilogram.

Kita mengharap semoga hanya hakim Wahyu-lah hakim bobrok yang ada di pengadilan itu.

LESTANTYA R. BASKORO

Iklan




Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Senator AS Bob Menendez Didakwa Terima Suap, Ogah Mengundurkan Diri

1 hari lalu

Senator AS Robert Menendez (D-NJ) berjalan ke lantai Senat untuk pemungutan suara prosedural di US Capitol di Washington, AS, 20 September 2023. REUTERS/Jonathan Ernst
Senator AS Bob Menendez Didakwa Terima Suap, Ogah Mengundurkan Diri

Senator AS Bob Menendez kembali terjerat kasus, kali ini tuduhan suap ratusan ribu dolar, dan masih tak mau mengundurkan diri.


Tuduhan Korupsi Menghantui Para Pembantu Zelensky

5 hari lalu

Oleh Tatarov, penasihat Presiden Ukraina. REUTERS
Tuduhan Korupsi Menghantui Para Pembantu Zelensky

Komitmen Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dalam memenuhi janjinya untuk memerangi korupsi dipertanyakan karena kasus anak buahnya


6 Fakta Sidang Tuntutan Lukas Enembe, Hak Dipilihnya Ikut Dicabut

11 hari lalu

Terdakwa Gubernur Papua nonaktif, Lukas Enembe, mengikuti sidang lanjutan, di pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin, 21 Agustus 2023. Sidang ini dengan agenda pemeriksaan keterangan tiga orang saksi Pengusaha Salon di Jayapura, Imelda Sun, Direktur PT. Indo Papua, Budi Sultan dan Direktur Utama PT. Laut Papua, Sherly Susan, yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum KPK. TEMPO/Imam Sukamto
6 Fakta Sidang Tuntutan Lukas Enembe, Hak Dipilihnya Ikut Dicabut

JPU menuntut Lukas Enembe dengan pidana 10 tahun 6 bulan kurungan penjara. Berikut sederet fakta lain dalam sidang tuntutan Lukas tersebut.


Dituntut Penjara 10 Tahun 6 Bulan, Ini Hal Memberatkan dan Meringankan Lukas Enembe

11 hari lalu

Terdakwa Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin, 7 Agustus 2023. Dalam sidang, Lukas Enembe membantah berita acara pemeriksaan (BAP) mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat  Papua, Mikael Kambuaya yang menyebutkan dirinya bermain judi di Singapura. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Dituntut Penjara 10 Tahun 6 Bulan, Ini Hal Memberatkan dan Meringankan Lukas Enembe

JPU menuntut Lukas Enembe dengan pidana 10 tahun 6 bulan kurungan penjara. Berikut hal-hal yang memberatkan dan meringankan Lukas.


Jaksa Sebut Sikap Tak Sopan Lukas Enembe Jadi Poin Memberatkan Tuntutan

11 hari lalu

Terdakwa Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe (kiri) didampingi penasehat hukumnya mendengarkan keterangan saksi pada sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin, 28 Agustus 2023. Penasehat hukum Lukas Enembe menghadirkan tiga saksi ahli dalam kasus dugaan suap dengan total Rp45,8 miliar dan gratifikasi senilai Rp1 miliar yang menjerat gubernur nonaktif Papua itu. ANTARA/Wahyu Putro A
Jaksa Sebut Sikap Tak Sopan Lukas Enembe Jadi Poin Memberatkan Tuntutan

JPU menerangkan bahwa sikap tidak sopan Lukas Enembe dalam persidangan menjadi hal yang memberikan tuntutan jaksa kepadanya.


Lukas Enembe Dituntut Penjara 10 Tahun 6 Bulan dan Denda Rp 1 Miliar

11 hari lalu

Terdakwa Gubernur nonaktif Papua, Lukas Enembe (kiri) berbincang dengan penasehat hukumnya mendengarkan keterangan saksi pada sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin, 28 Agustus 2023. Penasehat hukum Lukas Enembe menghadirkan tiga saksi ahli dalam kasus dugaan suap dengan total Rp45,8 miliar dan gratifikasi senilai Rp1 miliar yang menjerat gubernur nonaktif Papua itu. ANTARA/Wahyu Putro A
Lukas Enembe Dituntut Penjara 10 Tahun 6 Bulan dan Denda Rp 1 Miliar

JPU menuntut Lukas Enembe dengan pidana 10 tahun 6 bulan kurungan penjara dan denda Rp.1 miliar dalam dugaan suap dan gratifikasi


Lukas Enembe Akan Menghadapi Tuntutan Jaksa Hari Ini

12 hari lalu

Terdakwa Gubernur nonaktif Papua, Lukas Enembe (kiri) berbincang dengan penasehat hukumnya mendengarkan keterangan saksi pada sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin, 28 Agustus 2023. Penasehat hukum Lukas Enembe menghadirkan tiga saksi ahli dalam kasus dugaan suap dengan total Rp45,8 miliar dan gratifikasi senilai Rp1 miliar yang menjerat gubernur nonaktif Papua itu. ANTARA/Wahyu Putro A
Lukas Enembe Akan Menghadapi Tuntutan Jaksa Hari Ini

Eks Gubernur Papua, Lukas Enembe akan menghadapi tuntutan Jaksa Penuntut Umum hari ini dalam sidang lanjutan Tipikor Suap dan Gratifikasi di PN Jakarta Pusat


Pengadilan Banding Malaysia Kuatkan Pembebasan Najib Razak

12 hari lalu

Pengadilan Banding Malaysia Kuatkan Pembebasan Najib Razak

Pengadilan Banding Malaysia menguatkan putusan Pengadilan Tinggi yang membebaskan mantan perdana menteri Najib Razak dalam dakwaan 1MDB


Wakil Perdana Menteri Malaysia Dibebaskan dari 47 Dakwaan Korupsi Yayasan Amal

20 hari lalu

Dato Seri Ahmad Zahid Hamidi. TEMPO/Subekti
Wakil Perdana Menteri Malaysia Dibebaskan dari 47 Dakwaan Korupsi Yayasan Amal

Pengadilan Tinggi Malaysia mengabulkan pembatalan semua tuduhan korupsi terhadap Wakil PM Ahmad Zahid Hamidi dalam kasus korupsi yayasan amal.


Bakal Usut Korupsi Kemnaker Era Cak Imin, KPK: Kami Tegak Lurus dan Murni Penegakan Hukum

21 hari lalu

Abdul Muhaimin Iskandar alias Cak Imin dikabarkan bakal berduet dengan Anies Baswedan dalam pemilihan presiden (Pilpres) 2024 mendatang. Laporan harta kekayaan Cak Imin terakhir kali yang diserahkan pada 31 Desember 2022 menyebutkan bahwa kekayaannya sejumlah Rp 27,2 miliar (Rp 27.280.500.000). TEMPO/M Taufan Rengganis
Bakal Usut Korupsi Kemnaker Era Cak Imin, KPK: Kami Tegak Lurus dan Murni Penegakan Hukum

KPK tegaskan pengusutan kasus korupsi di Kemnaker era Cak Imin tak politis dan murni penegakan hukum.