Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Menolak RKUHP Rasa Kolonial

Reporter

image-gnews
Massa yang tergabung dalam Aliansi Reformasi RKUHP melakukan aksi tolak RUU KUHP di Silang Monas, Jakarta, 10 Maret 2018. Mereka menggelar aksi dengan menutup mulut mereka dengan lakban sembari membawa poster berisi tuntutan. ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Massa yang tergabung dalam Aliansi Reformasi RKUHP melakukan aksi tolak RUU KUHP di Silang Monas, Jakarta, 10 Maret 2018. Mereka menggelar aksi dengan menutup mulut mereka dengan lakban sembari membawa poster berisi tuntutan. ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Iklan

TIM perumus Rancangan Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) telah bertemu dengan Presiden Joko Widodo. Entah apa yang dibahas, tapi Presiden sepatutnya harus tahu bahwa RKUHP ini bermasalah. Salah satu masalahnya adalah pasal penghinaan presiden, yang pernah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2006, kini dimunculkan lagi. Kalau Presiden dan DPR menyetujui RKUHP ini, Presiden dan DPR bermufakat untuk bertindak bertentangan dengan konstitusi.

Mempertahankan delik ini dalam RKUHP sama saja seperti mempertahankan KUHP pemerintah kolonial Hindia Belanda. Soewardi Soerjaningrat alias Ki Hajar Dewantara, contohnya, dijerat dengan delik ini karena menulis "Jika Saya Seorang Belanda" di koran De Express yang dinilai mempermalukan Belanda. Ia ditangkap dan diasingkan ke Bangka. Memasukkan kembali delik ini justru melegitimasi tindakan pemerintah kolonial yang sewenang-wenang terhadap mereka yang berbeda pandangan atau oposisi dari pemerintah.

Baca: Tujuh Alasan RKUHP Harus Dihentikan.

Masalah kedua ialah ketiadaan hubungan antara tujuan serta pedoman pemidanaan dan ancaman hukumannya. Sepintas, pengaturan Pasal 58 RKUHP tentang tujuan dan pedoman pemidanaan amatlah mulia dan ideal. Sayangnya, hal tersebut tidak diejawantahkan dalam ancaman pidana yang rata-rata hanyalah copy-paste dari undang-undang sebelumnya. Ambil contoh Pasal 701 tentang kepemilikan narkotik golongan 1 bukan tanaman. Hal ini sudah diatur dalam Undang-Undang Narkotika dan dianggap bermasalah karena kerap menghukum pengguna yang kebetulan "memiliki" narkotik sehingga membuat penjara kelebihan kapasitas.

Bukannya memantau dan mengevaluasi secara empiris praktik pemidanaan sebagai batu pijakan pembenahan peraturan, tim perumus RKUHP justru hanya "mengumpulkan" peraturan yang sudah ada dan menjadikannya dalam satu buku. Cita-cita perubahan paradigma pemidanaan yang tidak merendahkan martabat manusia, sebagaimana tercantum dalam Pasal 58 RKUHP, menjadi sia-sia.

Masalah lainnya adalah diberangusnya hak-hak privat warga negara. Contohnya pasal perzinahan, yang telah memicu polemik. Pasal ini memperluas perkara zina, yang semula hanya menyasar pasangan yang dalam ikatan perkawinan, kini menyasar pula mereka yang belum menikah.

Seolah-olah kriminalisasi terhadap tindakan tersebut sejalan dengan nilai-nilai agama dan "ketimuran". Bahkan seorang anggota DPR menyatakan bahwa tidak dihukumnya perzinaan di luar perkawinan membuat masyarakat main hakim sendiri. Pernyataan tersebut amatlah bermasalah.

Pertama, sejak zaman Belanda, pasal yang melarang pencurian sudah ada, tapi toh hingga kini copet yang tertangkap pasti digebuki massa. Pengkriminalan suatu perbuatan tidak akan serta-merta menghentikan masyarakat untuk bertindak "barbar". Hanya kesadaran hukum dan pembenahan sistem penegakan hukum yang baik pulalah yang dapat mengubahnya.

Kedua, tanpa diatur pun, penggerebekan secara sewenang-wenang terhadap para pasangan yang berzina di luar perkawinan telah berulang kali dilakukan oleh para penegak hukum. Dengan demikian, diatur atau tidak sesungguhnya tidaklah berarti.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sebaliknya, dengan memenjarakan orang-orang tersebut, maka negara sama saja telah memberangus hak privat warga dan mengeluarkan biaya penegakan hukum untuk suatu perbuatan yang tidak ada korbannya serta tak menimbulkan kerugian bagi siapa pun.

Sistematika KUHP buatan kolonial telah dengan amat baik mengklasifikasikan bahwa pasal perzinaan bertujuan melindungi hubungan pernikahan yang bersifat suci dan sakral. Dengan demikian, jika ada satu pihak melanggar janji suci tersebut, pasangannya yang merasa dirugikan dapat mengadu ke polisi dan harus dilanjutkan dengan langkah hukum perdata dalam bentuk permohonan perceraian. Hal ini sejalan dengan prinsip hukum pidana sebagai ultimum remedium.

Sistematika RKUHP justru tak jelas ingin melindungi kepentingan siapa. Delik perzinaan di luar ikatan perkawinan pada dasarnya tidak membahayakan siapa pun. Mereka berdalih melindungi kepentingan masyarakat, padahal belum tentu masyarakat di daerah tertentu sedemikian peduli terhadap urusan ranjang tetangganya.

Banyaknya rumusan yang bermasalah dalam RKUHP ini membuat Presiden harus berhati-hati mengambil langkah. Jokowi pernah "terpeleset" dalam pembentukan Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UUMD3) terbaru. Berkilah dengan menyatakan tidak tahu dan tak mau menandatangani aturan tersebut tak akan menyelesaikan masalah.

Presiden perlu berhati-hati agar tidak menjadikan RKUHP sebagai dagangan politik para politikus yang berusaha menarik simpati rakyat dan melupakan esensi pembentukan hukum pidana.

Membuat KUHP bukanlah hal yang mudah. Namun bukan berarti pemerintah dan DPR perlu dengan segera atau tergesa-gesa mengesahkan RKUHP ini. Menghentikan atau setidaknya menunda pembahasan RKUHP dan menampung berbagai masukan merupakan suatu hal yang tak bisa ditawar-tawar.

Andreas Marbun
Kepala Divisi Legal Policy Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Jefri Nichol Ikut Demonstrasi Tolak UU Cipta Kerja, Berikut Selebritas yang Pernah Turut Unjuk Rasa

10 April 2023

 Jefri Nichol ketika demo di depan DPR. Instagram
Jefri Nichol Ikut Demonstrasi Tolak UU Cipta Kerja, Berikut Selebritas yang Pernah Turut Unjuk Rasa

Aktor Jefri Nichol ikut demonstrasi di depan Gedung DPR menolakj UU Cipta Kerja. Selain dia, berikut beberapa selebritas yang pernah turut unjuk rasa.


Kapan Mulai Berlaku KUHP Baru?

20 Februari 2023

Palu Hakim. [www.ghanaweb.com]
Kapan Mulai Berlaku KUHP Baru?

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau disingkat KUHP dikabarkan akan diperbarui pada tahun 2023 ini.


Alasan Jubir Tim Sosialisasi RKUHP Jadi Saksi Ringankan Richard Eliezer: Kemanusiaan

28 Desember 2022

Pakar hukum pidana, Albert Aries dihadirkan sebagai saksi meringankan saat sidang lanjutan pembunuhan Brigadir Yosua dengan terdakwa Bharada Eliezer. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Rabu, 28 Desember 2022. Albert merupakan salah satu ahli hukum yang turut merancang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru disahkan DPR beberapa waktu lalu. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Alasan Jubir Tim Sosialisasi RKUHP Jadi Saksi Ringankan Richard Eliezer: Kemanusiaan

Juru bicara Tim Sosialisasi RKUHP, Albert Aries hadir dalam persidangan Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E untuk menjadi saksi meringankan


Jadi Saksi Ahli Meringankan untuk Richard Eliezer, Albert Aries: Saya Hadir Secara Pro Deo Pro Bono

28 Desember 2022

Tiga saksi ahli menghadiri sidang lanjutan Bharada Richard Eliezer terkait pembunuhan Brigadir Yosua di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Senin, 26 Desember 2022. Dalam persidangan kuasa hukum dari Bharada E, Ronny Talapessy menghadirkan tiga saksi ahli yang memperingankan pihak Bgarada E. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Jadi Saksi Ahli Meringankan untuk Richard Eliezer, Albert Aries: Saya Hadir Secara Pro Deo Pro Bono

Albert Aries yang dihadirkan sebagai saksi ahli meringankan untuk Richard Eliezer mengatakan dia hadir dengan pro deo dan pro bono alias gratis.


Menyoroti Pasal 603 dan 604 KUHP Baru, Sanksi Koruptor Jadi Ringan?

19 Desember 2022

Sejumlah aktivis membentangkan spanduk saat aksi jalan pagi bersama tolak RKUHP dalam Car Free Day di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu, 27 Noveber 2022. TEMPO/M Taufan Rengganis
Menyoroti Pasal 603 dan 604 KUHP Baru, Sanksi Koruptor Jadi Ringan?

Dalam KUHP baru, dimuat pula regulasi hukum tentang Tipikor, aturannya tertuang dalam Pasal 603 dan 604. Sanksi koruptor kok jadi ringan?


Pengamat Nilai Partisipasi Publik dalam Pembentukan KUHP Baru Sangat Rendah

18 Desember 2022

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati dalam acara memperingati 15 tahun meninggalnya Munir Said Thalib di Jakarta, Sabtu, 7 September 2019. Aktivis HAM tersebut tewas dalam penerbangan ke Amsterdam pada 7 September 2004 karena racun arsenik. TEMPO/Genta Shadra Ayubi.
Pengamat Nilai Partisipasi Publik dalam Pembentukan KUHP Baru Sangat Rendah

Asfinawati mengatakan bahwa derajat partisipasi publik dalam pembentukan KUHP sangat rendah, bahkan cenderung tidak bermakna.


Aparat Represif saat Demo Tolak RKUHP, BEM Se-Unpad: Reformasi Polri Omong Kosong!

16 Desember 2022

Sejumlah mahasiswa dari berbagai mahasiswa berunjukrasa di depan kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 15 Desember 2022. Mereka menuntut pencabutan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang telah disahkan menjadi UU sekaligus mengenang 1.000 hari meninggalnya lima mahasiswa saat aksi menolak RKUHP pada 2019. ANTARA/Darryl Ramadhan
Aparat Represif saat Demo Tolak RKUHP, BEM Se-Unpad: Reformasi Polri Omong Kosong!

Rilis Aliansi BEM Se-Unpad, saat kericuhan demo tolak pengesahan RKUHP itu, satu pelajar dibopong setelah dada dan kaki tertembak peluru karet polisi.


Kemenkumham Sebut Tidak Ada Tumpang Tindih KUHP dengan UU Lain

16 Desember 2022

DPR mengesahkan Rancangan KUHP yang diajukan pemerintah pada 6 Desember 2022. Berlaku tiga tahun lagi, KUHP itu menerbitkan pelbagai kecemasan: atas nama hukum, ketertiban, atau pembangunan, negara mengekang kebebasan berekspresi seperti pada masa Orde Baru.
Kemenkumham Sebut Tidak Ada Tumpang Tindih KUHP dengan UU Lain

Dhahana Putra meyakinkan bahwa tidak ada tumpang tindih antara Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dengan undang-undang lain


Sejarah Panjang Pengesahan RKUHP Lebih dari 5 Dekade

16 Desember 2022

Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly memberikan draf laporan tanggapan Pemerintah terkait Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) kepada Ketua Sidang Paripurna Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad dalam sidang paripurna di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa, 6 Desember 2022. Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) telah disahkan menjadi UU. Pengesahan itu dilakukan dalam masa sidang Rapat Paripurna DPR ke-11 yang digelar pada Selasa 6 Desember 2022. Sidang Rapat Paripurna Masa Sidang ke-11 yang salah satunya untuk mengesahkan RKUHP menjadi UU ini dipimpin langsung oleh Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Sejarah Panjang Pengesahan RKUHP Lebih dari 5 Dekade

Sebelum RKUHP disahkan pada 6 Desember 2022 lalu, usulan pembentukan RKUHP telah didengungkan sejak 1963 atau lebih dari setengah abad silam.


KUHP Baru, Imigrasi Klaim Kedatangan WNA Stabil di Bandara Soekarno - Hatta

13 Desember 2022

Calon penumpang berjalan untuk lapor diri di selasar Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Selasa, 20 September 2022. Menurut Official Airline Guide (OAG) penyedia data penerbangan global di Inggris melaporkan bahwa Bandara Soekarno Hatta pada September 2022 menjadi bandara tersibuk di ASEAN dengan kapasitas kursi penerbangan mencapai 2,96 juta kursi. ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal
KUHP Baru, Imigrasi Klaim Kedatangan WNA Stabil di Bandara Soekarno - Hatta

Data perlintasan Kantor Imigrasi Kelas I Bandara Soekarno-Hatta menunjukkan peningkatan kedatangan WNA hingga 3 ribu orang per hari pasca KUHP baru.