Saat Facebook dan Twitter Jadi Lembaga Sensor

Reporter

Tempo.co

Selasa, 30 Januari 2018 06:48 WIB

Pengunjuk rasa membawa spanduk berisi protes terkait pemblokiran akun FPI dan sejumlah akun dakwah lain, saat Aksi 121 di depan kantor Facebook, Jakarta, 12 Januari 2018. ANTARA/Galih Pradipta

TEMPO.CO, Jakarta -Sudah sebulan undang-undang anti-ujaran kebencian Jerman yang baru dan paling keras di seantero Eropa diberlakukan. Korban pertamanya adalah kelompok ekstrem kanan.

Sekonyong-konyong beban di punggung perusahaan-perusahaan media sosial bertambah berat dua kali lipat. Facebook, Twitter, Instagram, dan lain-lain harus menajamkan penciuman untuk membedakan ungkapan mana yang termasuk ujaran kebencian dan mana yang tergolong kebebasan berpendapat.

Undang-undang anti-ujaran kebencian Jerman yang baru mengancam perusahaan-perusahaan media sosial kelas dunia dengan denda selangit, yakni hingga 50 juta euro atau sekitar Rp 800 miliar, jika perusahaan gagal menghapus konten ujaran kebencian dari situsnya 24 jam setelah notifikasi. Meski, dalam kasus yang kompleks, media yang bersangkutan diperkenankan meminta kelonggaran waktu hingga seminggu untuk menyingkirkan berita bohong atau konten ilegal.

Baca: FPI Ancam Kembali Demo ke Kantor Facebook

Undang-Undang Netzwerkdurchsetzungsgesetz (NetzDG), mulai berlaku pada awal Oktober tahun lalu tapi sanksi beratnya baru diberlakukan sebulan ini, sudah “makan korban”. Pada awal bulan ini, Twitter untuk sementara mencabut keanggotaan wakil ketua partai ekstrem kanan Alternative für Deutschland (AfD), Beatrix von Storch, gara-gara kata-kata “barbar, gerombolan lelaki muslim pemerkosa” yang ia gunakan kala melukiskan kerusuhan di Cologne pada Tahun Baru 2017 dalam cuitannya.

Advertising
Advertising

Kerusuhan pecah pada malam tahun baru lalu di Cologne akibat kelakuan sejumlah imigran yang, menurut penyelidikan, melakukan pelecehan seksual terhadap warga Jerman.

Menggunakan sentimen anti-imigran, Beatrix von Storch, yang sebelumnya meluncurkan kata-katanya itu dalam bahasa Jerman, Inggris, dan Prancis, menambahkan terjemahannya dalam bahasa Arab—yang tentunya lebih dipahami para imigran. Konon, kelakuannya yang terakhir itulah yang membuat Twitter cepat bertindak.

Menganggap undang-undang yang baru itu sebagai bentuk represi terhadap kebebasan berpendapat, Beatrix von Storch mengatakan Facebook juga telah menghapus kata-katanya. “Inilah akhir rule of law,” ucapnya pedas, menentang penerapan undang-undang yang kelahirannya dipelopori Kementerian Kehakiman Jerman dan Partai Sosial Demokrat itu. Di tangan Von Storch, segala hal bisa menjadi politis.

Sejauh ini, korban jatuh akibat beleid yang baru itu berasal dari kalangan nasionalis kanan Jerman yang gemar menggunakan sentimen anti-imigran dalam agitasi-agitasi populisnya. Akun Twitter Alice Weidel, wakil pemimpin AfD di Bundestag, mesti dibekukan setelah ia menayangkan tulisannya yang menunjukkan solidaritas dan dukungan kepada Beatrix von Storch. Akun Weidel dibekukan bukan karena sensor Twitter, melainkan akibat berlakunya aturan yang baru itu.

Menghadapi undang-undang baru yang sangat keras itu, perusahaan media sosial seperti Facebook, Twitter, YouTube, Reddit, dan Tumblr, juga situs jejaring sosial asal Rusia, VK, yang memiliki lebih dari 2 juta anggota, terpaksa berbenah diri. Facebook mempekerjakan 1.200 tenaga baru berbahasa Jerman yang secara khusus ditugasi menilai tulisan-tulisan yang bertengger di situsnya bermuatan ujaran kebencian atau tidak.

Konsumen Facebook yang mencium adanya kemungkinan materi bermuatan ujaran kebencian diberi kesempatan untuk menandai tulisan atau komentar yang dimaksud. Di Kota Essen dan Berlin, para pekerja baru yang juga memiliki kepekaan terhadap hukum memeriksa atau menghaluskan tulisan-tulisan yang telah diberi tanda itu. Diakui atau tidak, Undang-Undang NetzDG ikut mendorong Facebook menggelar operasi “pembersihan ujaran kebencian”. Sejak Juni tahun lalu, Facebook telah menghapus sekitar 1.500 tulisan setiap bulan.

Di markas besarnya di Dublin, Irlandia, Twitter juga telah merekrut kalangan profesional dengan pemahaman bahasa dan hukum Jerman yang baik. Paling tidak upaya itu bisa mencegah perusahaan media sosial tersebut menghamburkan uang untuk membayar denda. Sebagian kritik terhadap Undang-Undang NetzDG memang menyatakan perusahaan-perusahaan itu menekan kebebasan berekspresi hanya demi menghindari ancaman denda.

Dengan 1 juta lebih imigran yang tiba-tiba menjadi bagian dari Jerman, kini negeri itu punya senjata ampuh untuk menekan konflik sosial yang memang sering ditiupkan para politikus ekstrem kanan demi keuntungan politik: Undang-Undang NetzDG.

IDRUS F. SHAHAB

Berita terkait

Meta AI Resmi Diluncurkan, Ini Fitur-fitur Menariknya

8 hari lalu

Meta AI Resmi Diluncurkan, Ini Fitur-fitur Menariknya

Chatbot Meta AI dapat melakukan sejumlah tugas seperti percakapan teks, memberi informasi terbaru dari internet, menghubungkan sumber, hingga menghasilkan gambar dari perintah teks.

Baca Selengkapnya

Selain Tim Cook, Siapa Saja Bos Perusahaan Teknologi Dunia yang Pernah Bertemu Jokowi?

15 hari lalu

Selain Tim Cook, Siapa Saja Bos Perusahaan Teknologi Dunia yang Pernah Bertemu Jokowi?

Selain CEO Apple Tim Cook, Jokowi tercatat beberapa kali pernah bertemu dengan bos-bos perusahaan dunia. Berikut daftarnya:

Baca Selengkapnya

Sudah Bisa Diakses, Facebook Bikin Pembaruan Fitur Video Jadi Mirip di TikTok

27 hari lalu

Sudah Bisa Diakses, Facebook Bikin Pembaruan Fitur Video Jadi Mirip di TikTok

Pada aplikasi TikTok telah menjadi pedoman tetap namun bagi Facebook, ini sebuah inovasi dan kemajuan.

Baca Selengkapnya

Cara Unblock Akun Seseorang di Facebook dengan Mudah

30 hari lalu

Cara Unblock Akun Seseorang di Facebook dengan Mudah

Ada beberapa cara unblock teman di Facebook, bisa melalui handphone maupun laptop. Cukup ikuti beberapa langkah berikut ini.

Baca Selengkapnya

Rayakan Hari Paskah dengan 55 Link Twibbon, Begini Cara Menggunakannya

34 hari lalu

Rayakan Hari Paskah dengan 55 Link Twibbon, Begini Cara Menggunakannya

Hari Paskah dapat dirayakan menggunakan twibbon beragam pilihan. Berikut memilih twibbon Hari Paskah yang sesuai selera dan cara menggunakannya!

Baca Selengkapnya

Survei Meta Ungkap Pengguna Medsos Usia Muda di Indonesia Berani dan Aktif

34 hari lalu

Survei Meta Ungkap Pengguna Medsos Usia Muda di Indonesia Berani dan Aktif

Sebanyak 87 persen responden dalam survei Meta menyatakan bahwa media sosial adalah platform efektif untuk sampaikan pesan dan mendorong perubahan.

Baca Selengkapnya

WhatsApp Aplikasi Perpesanan Paling Populer, Semua Bermula di Sebuah Garasi Rumah pada 2009

35 hari lalu

WhatsApp Aplikasi Perpesanan Paling Populer, Semua Bermula di Sebuah Garasi Rumah pada 2009

WhatsApp dibuat 2 mantan karyawan Yahoo, Brian Acton dan Jan Koum pada 2009 di sebuah garasi rumah di California. Begini perkembangannya.

Baca Selengkapnya

Fitur Khusus Meta untuk Batasi Konten Politik, Begini Cara Mengaktifkannya

37 hari lalu

Fitur Khusus Meta untuk Batasi Konten Politik, Begini Cara Mengaktifkannya

Meta menambahkan fitur khusus untuk membatasi konten politik pada platform yang dinaunginya, terutama Instagram.

Baca Selengkapnya

Begini Cara Download Stiker WhatsApp Edisi Ramadan

48 hari lalu

Begini Cara Download Stiker WhatsApp Edisi Ramadan

WhatsApp meluncurkan paket stiker terbarunya di Indonesia berkaitan dengan bulan Ramadan. Begini cara downlioad stiker WhatsApp edisi Ramdan.

Baca Selengkapnya

Facebook Disebut Memblokir Akun Jurnalis Foto Gaza Motaz Azaiza

48 hari lalu

Facebook Disebut Memblokir Akun Jurnalis Foto Gaza Motaz Azaiza

Jurnalis foto terkenal Palestina asal Gaza, Motaz Azaiza, memposting di akun X-nya bahwa dia telah dilarang di Facebook.

Baca Selengkapnya