TEMPO.CO, Jakarta - Penetapan sita jaminan Pengadilan Bogor atas sejumlah lahan di Perumahan Bogor Nirwana Residence terbukti sah dan tak cacat hukum. Tak mungkin pengadilan melakukan suatu tindakan tanpa dasar hukum yang pasti.
Kuasa Hukum Hasan Ahmad, penggugat PT Grahara Andrasentra Propertindo dan sembilan tergugat lainnya, yakni Jaja Setiadijaya, menyatakan hal itu menanggapi pernyataan kuasa hukum Graha Andrasentra, Aji Wijaya.
Sebelumnya, Aji, dari Kantor Hukum Aji Wijaya & Co, menyatakan penetapan sita jaminan Pengadilan Bogor terhadap sekitar 11 hektare lahan di Kompleks Perumahan Bogor Nirwana Residence, Bogor, cacat hukum.
Menurut Aji, hal itu karena tidak ada batas-batas yang jelas dan tidak ada keterangan serta bukti kepemilikan atas lahan yang dijadikan sebagai obyek sita jaminan tersebut. Pada umumnya obyek sita jaminan itu adalah lahan-lahan fasilitas umum sehingga secara hukum sita jaminan tersebut tidak akan bisa ditindaklanjuti (Tempo.co, 19 Februari 2018).
Pengacara Hasan Ahmad, Jaja Setiadijaya, kemarin memperlihatkan dua dokumen penyitaan lahan kepada Tempo. Semuanya bertanggal 3 Oktober 2017 dan ditandatangani juru sita Irwan Maulana dari Pengadilan Negeri Bogor serta masing-masing diketahui pihak kelurahan.
Pertama, penyitaan lahan seluas 62.324 meter persegi di Kelurahan Mulyaharja dengan batas-batasnya yang disebutkan dalam dokumen. Kedua, lahan seluas 46 ribu meter persegi di Kelurahan Empang juga dengan batas-batasnya yang disebutkan dalam dokumen. Semua lahan itu kini berada dalam Kompleks Perumahan Eliter Bogor Nirwana Residence milik grup Bakri. “Dengan dokumen yang jelas ini, mana bisa dikatakan penyitaan itu cacat hukum atau tidak berdasar dalil hukum,” kata Jaja.
Sebelumnya, pada 17 Oktober 2017, Pengadilan Kota Bogor telah memenangkan gugatan Hasan atas haknya sebesar 23 persen pada PT Aliyah Pancahafat yang membangun proyek Perumahan Rangga Pakuan Permai Estate atau Bogor River Valley. Kepemilikan hak 23 persen itu juga diakui para Direksi Aliyah Pancahafat yang tertuang dalam perjanjian pada 1994.
Pada 1996, semua saham dan aset Aliyah dijual kepada PT Graha, yang kemudian mengubah nama pemukiman itu menjadi Bogor Nirwana Residence. Karena tak mendapat hak-haknya, Hasan menggugat PT Graha, para Direksi PT Aliyah, juga Kantor Pertanahan Bogor dan Jawa Barat ke pengadilan.
Dalam persidangan, saksi dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Doktor Miftahul Huda, menyatakan hak 23 persen, seperti yang juga dikuatkan dalam surat perjanjian, pada 1994 tak bisa serta merta hilang setelah saham atau aset PT Aliyah dibeli PT Graha. Atas semua dasar dan bukti itulah, Pengadilan Negeri Bogor menyatakan Hasan Ahmad berhak atas 11 hektare lahan yang ada di dalam kawasan Bogor Nirwana Residence karena itu merupakan 23 persen aset Hasan. Sebelumnya, pengadilan melakukan penyitaan atas lahan yang menjadi obyek sengketa itu.
PT Graha melakukan banding atas putusan Pengadilan Bogor tersebut. “Kami juga sudah membuat kontra banding karena kami yakin benar,” kata Jaja.
LRB