TEMPO.CO, Jakarta - Belum satu bulan mendaftarkan gugatannya terhadap PT Garuda Indonesia ke pengadilan, kini pengacara David Tobing mengadukan perusahaan yang sama ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Jika sebelumnya David mengadukan perkara yang menimpanya, kini David menjadi kuasa hukum B.R.A. Koesmariam Djatikusumo, penumpang Garuda dengan nomor penerbangan GA-264 rute Bandar Udara Soekarno - Hatta tujuan Bandar Udara Blimbingsari Banyuwangi.
Koesmariam menuntut Garuda membayar ganti rugi atas kerugian yang diterimanya ketika terbang bersama Garuda pada 29 Desember 2017. Menurut Koesmariam, dalam penerbangan itu, tubuhnya tersiram air panas yang tumpah dari dua gelas yang dibawa pramugari Garuda.
Sejak tersiram air panas, menurut David, Koesmariam tidak mendapat obat-obatan dan tindakan medis memadai dari Garuda. Akibat musibah itu, Koesmariam menderita cacat tubuhnya. “Di bagian dalam tubuh, dan tidak bisa normal kembali,” kata David kepada Tempo, Kamis, 12 April 2018.
David mendaftarkan gugatan atas kasus ini pada Rabu lalu dengan register perkara 215/PDT.G/2018/PN.JKT.PST. Dalam gugatannya David menuntut Garuda membayar ganti rugi atas kerugian yang diderita kliennya berupa ganti rugi materiil Rp 1,250 miliar dan ganti rugi immateril Rp 10 miliar. “Pramugari telah lalai, tidak hati-hati, dan ceroboh dalam melayani penumpang, “ kata David.
Menurut David cuaca dan kondisi penerbangan saat itu dalam keadaan baik.
Terhadap gugatan David, pihak Garuda menyatakan telah memberikan biaya pengobatan untuk Kosmariam. Menurut Senior Manager Public Relation Garuda Indonesia, Iksan Rosan, Garuda langsung membawa Kosmariam ke rumah sakit.
Selain itu Garuda juga telah meminta Kosmariam untuk menghubungi Garuda jika ada keperluan yang berkaitan dengan pengobatan dirinya. David mendaftarkan gugatannya, antara lain, dengan merujuk Peraturan Menteri Perhubungan No 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkutan Udara.
Mengacu pada aturan itu, kata David, luka yang dialami kliennya sebagai cacat tetap. Menurut Pasal 1 Peraturan Menteri Perhubungan tersebut, “Cacat tetap adalah kehilangan atau menyebabkan tidak berfungsinya asalah satu anggota badan atau yang mempengaruhi aktivitas secara normal seperti hilangnya tangan, kaki, atau mata, termasuk dalam pengertian cacat tetap adalah cacat mental”.
Pengacara yang dikenal kerap membela hak-hak publik itu menyatakan setelah peristiwa itu terjadi, PT Garuda tidak pernah menghubungi kliennya. “Garuda sudah membuat surat permohonan maaf namun tanggungjawabnya tidak maksimal karena sudah 1,5 bulan Garuda tidak menghubungi Koesmariam,” kata David.