TEMPO.CO, Jakarta - TAK semua notaris bisa memudahkan atau membantu urusan kliennya. Ada juga notaris yang justru keilmuan dan pengetahuan kenotariatannya dipertanyakan karena ternyata tak mampu membuat dokumen atau akta seperti diharapkan kliennya.
Ikatan Notaris Indonesia (INI) banyak menerima keluhan dari masyarakat perihal notaris seperti ini. “Hampir setiap hari, dari seluruh Indonesia,” kata Sekretaris Umum Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (INI), Tri Firdaus Akbarsyah kepada Tempo.
Baca: Notaris Henny Singgih Mengaku Tak Kenal Sandiaga Uno.
Baca: Karena YAP Sejumlah Notaris Kesal.
Kualitas notaris semacam itu tak lepas dari perguruan tinggi tempat para notaris itu dulu studi kenotariatan. Karena itulah, INI, kata Tri meminta Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) melakukan moratorium pembukaan program studi kenotariatan. “Tak ada lagi pembukaan baru untuk pendidikan magister kenotariatan,” kata Tri.
Berbeda dengan beberapa tahun silam, yang hanya perguruan tinggi negeri yang memiliki program kenotariatan, kini perguruan tinggi swasta pun boleh membuka program studi kenotariatan –program studi setara S-2. Jika sebelumnya program studi kenotariatan ini hanya ada pada enam perguruan tinggi negeri, sekarang program itu juga dimiliki banyak perguruan tinggi swasta. Kini ada sekitar 35-an perguruan tinggi yang memiliki program studi kenotariatan. Setiap tahun sedikitnya sekitar 1.000 “notaris” baru lahir.
INI melihat tak semua perguruan tinggi tersebut memiliki pengajar yang berkualitas. Bahkan ada beberapa perguruan tinggi yang membuka program studi ‘klas Jumat-Sabtu.’ Pengajarnya pun kebanyakan bukan praktisi. “Kita bisa bayangkan bagaimana kualitas notaris yang kuliah seperti itu,” kata Tri.
Maraknya sejumlah perguruan tinggi swasta membuka program studi kenotariatan tak lepas dari besarnya minat mereka yang ingin menjadi notaris. Bagi perguruan tinggi swasta, ini juga merupakan peluang pemasukan. Hanya, seperti disebutkan Tri Firdaus, perguruan tinggi ini kemudian hanya mementingkan kuantitas. “Bukan kualitas kelulusannya.”
Permintaan moratorium pendidikan notaris juga sudah dilontarkan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU), Freddy Harris. Saat memberi sambutan pada acara Pembekalan dan Penyegaran Pengetahuan bagi Ikatan Notaris Indonesia akhir Januari lalu, Freddy menyatakan akan meminta dilakukan moratorium pendidikan kenotariatan mulai 2018 ini. Direktorat AHU memang tak berhak untuk menghentikan, karena wewenang itu ada pada Kemenristek Dikti. Menurut Freddy moratorium harus dilakukan sampai ada hasil evaluasi bersama antara Direktorat AHU dengan Kementerian.
Ikatan Notaris Indonesia, menurut Tri, sudah melihat rendahnya kualitas lulusan program notariat –khususnya dari perguruan tinggi swasta- sejak beberapa tahun silam dan sudah menyampaikan hal ini kepada Kemenristek. “Karena jika terus dibiarkan maka ini akan merugikan masyarakat,” kata Tri.
LESTANTYA. R. BASKORO