Konspirasi Pelemahan Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Reporter
Tempo.co
Editor
Lestantya R. Baskoro
Kamis, 22 Februari 2018 09:19 WIB
SEJAK diterbitkannya Kepres No. 96/P Tahun 2017 tentang pembentukan pansel Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), saya sebagai legislator yang bertugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang khususnya UU No. 5 Tahun 1999 telah menemukan beberapa keganjalan. Hal ini mulai terendus ketika pembentukan personel pansel KPPU yang diisi oleh para pelaku usaha yang notabene menjadi objek dari penerapan UU praktek monopoli. Dari 6 Pansel yang tunjuk, ada 4 orang yang menjabat sebagai komisaris.
Di saat proses perekrutan sementara berjalan, ada dua personel pansel yang perusahaannya masih sedang berstatus terlapor di Komisi Pengawas Persaingan Usaha, 1 personil terdaftar sebagai saksi ahli terlapor, dan satu personal lagi pernah menjadi penasehat hukum terlapor dan terbukti melanggar UU anti monopoli dengan membayar denda persaingan total Rp 30 miliar. Dari fakta tersebut, membuktikan bahwa anggota pansel KPPU yang dibentuk sarat dengan konflik kepentingan (Conflick of Interest).
Konflik Kepentingan
Salah satu professor Ethics and Professor of Philosophy, Illinois Institute of Technology, Chicago dalam jurnalnya tentang Conflick of interest menyimpulkan bahwa Konflik kepentingan akan muncul dan menggangu seseorang melakukan penilaiannya atas nama orang lain. Persoalan yang paling krusial dalam conflict of interest adalah “bahwa hal itu membuat penilaian seseorang kurang dapat diandalkan daripada biasanya dan “konflik kepentingan menciptakan risiko kesalahan yang tidak biasa”. Davis (2012) juga menyimpulkan bahwa konflik kepentingan juga bisa merupakan kelalaian atau pengkhianatan kepercayaan, dan “konflik kepentingan juga terbedakan dari konflik komitmen, konflik peran, keberpihakan, ketidaksetiaan, dan hilangnya independensi atau objektivitas”.
Baca: Taring Baru KPPU
Pembuktian adanya fakta empiris conflick of interest dilakukan melalui rapat pendapat umum Komisi VI DPR dengan pansel Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang telah menetapkan 18 calon anggota KPPU untuk selanjutnya dilakukan fit and proper test oleh DPR. Namun, fit and proper test belum dilakukan mengingat adanya proses yang tidak wajar pada proses rekruitmen awal yang dilakukan oleh Pansel KPPU. Adapun keganjalan tersebut diantaranya; personil pansel terbukti terlibat conflick of interest karena perusahaannya masih menjadi status terlapor di KPPU, proses pelaksanaan seleksi administrasi sampai level wawancara ditemukan adanya calon yang masih bersatus suami-istri, pelimpahan kewenangan penyeleksian dari pansel ke lembaga konsultan yang tidak sesuai dengan mekanisme awal, adanya personil konsultan yang direkrut menjadi assesor padahal masih menangani proses hukum di KPPU. Bukti empiris inilah yang semakin menguatkan bahwa adanya conflick of interest pada personil pansel KPPU.
Praktek Conflick of interest sebenarnya sudah ditegaskan dalam UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 14 menegaskan bahwa yang dimaksud dengan konflik kepentingan adalah kondisi pejabat pemerintahan yang memiliki kepentingan pribadi untuk menguntungkan diri sendiri dan/atau orang lain dalam penggunaan wewenang sehingga dapat mempengaruhi netralitas dan kualitas keputusan dan/atau tindakan yang dibuat dan/atau dilakukannya. Dan Pada pasal 42 UU No. 30 Tahun 2014 menyatakan bahwa pejabat pemerintahan yang berpotensi memiliki Konflik kepentingan dilarang menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan.
Pengendalian dan Pelemahan KPPU.
Conflick of interest pada pansel Komisi Pengawas Persaingan Usaha mengindikasikan adanya upaya yang sistematis untuk pengendalian dan pelemahan lembaga KPPU. Pengendalian melalui perekrutan calon komisioner yang tidak kredibel, dan professional akan melemahkan posisi KPPU yang sementara beranjak naik performansinya dalam memberantas kartel.
Pengendalian KPPU akan berimbas kepada kinerja dan independensi KPPU. Padahal, KPPU adalah satu satunya lembaga yang diharapkan mewujudkan reformasi demokrasi ekonomi melalui penegakkan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat dan penegakan UU No 5 Tahun 1999 tentang praktek monopoli dan persaingan usaha yang sehat.
Baca: KPPU dan Semangat antimonopoli.
Dari catatan saya, KPPU sejak berdirinya sudah melahirkan berbagai gagasan berupa rekomendasi kepada pemerintah dan telah melakukan penegakan hukum persaingan melalui denda administratif kepada para pelaku kartel yang selama ini menggorogoti perekonomian. Selain rekomendasi, KPPU juga telah memutuskan 7 perkara kartel pada Tahun 2017 dengan total denda Rp 212 miliar, dan dalam kurung waktu dari tahun 2000 hingga 2017, KPPU telah menyetor ke Negara sekitar Rp 303 miliar.
Oleh karena itu, Perilaku kartel tidak bisa dibiarkan apalagi mencoba mempengaruhi public policy dan SDM lembaga anti monopoli tersebut. Ada indikasi kuat pelaku kartel mencoba bekerjasama dan berkartel dengan pemerintah untuk melanggengkan praktek monopoli untuk mempertahankan dan menciptakan oligarki ekonomi. Apabila hal ini terjadi, maka personil yang disodorkan sarat dengan kepentingan untuk pengendalian dan pelemahan KPPU ke depan. Hal ini bertolak belakang dengan apa yang kami dilakukan di legislasif melalui revisi UU No 5 tahun 1999 dengan memberikan penguatan kelembagaan dan kewenangan KPPU untuk mencegah praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Implementasi UU persaingan usaha ini mutlak diperlukan untuk memberikan peluang yang sama kepada pelaku usaha agar dalam berbisnis ada jaminan persaingan yang sehat dan bebas dari persekongkolan. Inilah cara yang terbaik untuk menciptakan struktur ekonomi yang sehat melalui kompetisi yang adil agar kue ekonomi terbagi melalui system kompetisi yang adil. Hal ini selaras dengan motto Japan Fair Trade Comission yaitu “no competition no growt”.
Cita-Cita penguatan kelembagaan KPPU akan menjadi sirna ketika pelemahan dan pengendalian KPPU terjadi. Ada indikasi pergantian komisioner sarat dengan muatan kepentingan dari pelaku usaha tertentu dan kelompok tertentu agar pimpinan KPPU yang juga menjadi hakim persaingan usaha dapat dikendalikan dan dilemahkan. Hal ini sangat berbahaya bagi Indonesia ingin meningkatkan ekonominya dengan mewujudkan persaingan usaha yang semakin fair dan menciptakan peluang dan mencegah terjadinya barrier to entry bagi para pelaku usaha baru. Melihat fenomena tersebut, KPPU yang sekarang ini telah diusahakan untuk dikuatkan melalui revisi UU No. 5 tahun 1999 akan menjadi absurd ketika indikasi pelemahan dan pengendalian KPPU melalui pansel benar terjadi. Inilah kekhawatiran saya sebagai anggota legislatif yang juga concern terhadap revisi UU praktek monopoli.
Oleh karena itu, saya berharap keputusan pansel yang dibawa ke DPR dikembalikan kepada pemerintah untuk dikaji kembali, untuk memberikan kepastian tidak adanya conflick of interest dan bebas dari indikasi pelemahan dan pengendalian KPPU, agar cita-cita Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam UU No 5 tahun 1999 menjadi lembaga kredibel dalam mengawal persaingan usaha yang sehat tetap terjaga untuk kemajuan ekonomi nasional yang bebas dari kartel. *
Penulis
NASRIL BAHAR. Anggota Komisi VI DPR RI.