Presiden dan Pengesahan Undang-Undang

Reporter

Tempo.co

Selasa, 13 Maret 2018 08:24 WIB

Presiden Jokowi bergegas meninggalkan wartawan usai memberikan keterangan pers terkait proses sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI di Istana Negara, Jakarta, 15 Desember 2015. ANTARA/Yudhi Mahatma

Oleh Sulardi

Ada rumor bahwa Presiden Jokowi tak bersedia mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPD (UU MD3). Padahal, undang-undang itu sudah disetujui bersama oleh pemerintah dan DPR.

Sikap Presiden ini mengingatkan pada pemikiran George Jellinek (1851-1911), ahli tata ketatanegaraan Jerman yang mengklasifikasi negara menjadi dua, republik dan monarki. Negara disebut republik apabila undang-undang dibuat oleh suatu dewan. Sedangkan negara disebut monarki bila satu orang saja yang bisa membentuk undang-undang.

Masalahnya, Gorge Jellinek memasukkan Inggris sebagai monarki. Hal ini disanggah oleh Kranenburg bahwa pembuatan undang-undang di Inggris dilakukan oleh King in Parliament, yang terdiri atas raja, parlemen, dan para menteri. Maka, semestinya Inggris masuk kelompok negara republik. Jellinek menanggapi dengan mengatakan bahwa raja atau ratulah yang mengawali pembentukan undang-undang dan menjadi penentu akhir dengan mengesahkan undang-undang itu.

Meminjam perspektif Jellinek, Indonesia pada masa Orde Baru bisa dikategorikan lebih monarki dibanding Inggris. UUD 1945 menyatakan presiden memegang kekuasaan undang-undang dengan persetujuan DPR. Sepanjang Orde Baru berkuasa, rancangan undang-undang senantiasa berasal dari presiden. Namun presiden pernah tidak bersedia mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penyiaran.

Advertising
Advertising

Baca: DPR Nilai Penerbitan Perpu untuk UU MD3 Tidak Tepat.

Rancangan itu sudah disetujui DPR dan pemerintah, tapi Presiden Soeharto mengembalikan kepada DPR agar dibahas lagi. Setelah dibahas, akhirnya rancangan itu disetujui dan akhirnya disahkan.

Sikap Soeharto itu menunjukkan bahwa penentu pembentukan undang-undang di Indonesia adalah presiden. Presidenlah yang mengajukan penyusunan undang-undang dan dia pula yang mengesahkannya. Bahkan, bila Raja Inggris selalu mengesahkan rancangan undang-undang yang disetujui parlemen, Presiden Indonesia bisa menolak untuk mengesahkan. Dari sisi ini, Indonesia menjadi lebih monarki daripada Inggris.

Presiden Megawati Soekarnoputri pernah tidak mengesahkan beberapa undang-undang, yakni Undang-Undang Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau, Undang-Undang Penyiaran, Undang-Undang Keuangan Negara, dan Undang-Undang Advokat. Sejauh ini, undang-undang yang tidak disahkan oleh presiden itu tetap berlaku.

Di negara dengan sistem pemerintahan presidensial, seperti Indonesia, presiden mempunyai fungsi sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepala negara. Dalam penyusunan undang-undang pun fungsi ganda itu berlaku. Saat presiden mengajukan dan membahas rancangan undang-undang bersama DPR, presiden berperan sebagai kepala pemerintahan. Pada saat presiden mengesahkan rancangan itu, ia berperan sebagai kepala negara. Sebagai kepala negara sesungguhnya, presiden harus mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama DPR.

Pengaturan konstitusional mengenai pengesahan undang-undang oleh presiden itu kontradiktif. Di satu sisi UUD 1945 mengatur bahwa presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui pemerintah dan DPR. Di sisi lain, Pasal 20 (5) menyatakan, "Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan presiden dalam waktu tiga puluh hari sejak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan." Ketentuan ini membuka peluang bagi presiden untuk tidak mengesahkannya. Dengan demikian, UUD 1945 mereduksi mekanisme pengesahan rancangan undang-undang oleh presiden, yang semula merupakan keharusan menjadi tentatif.

Adanya pasal yang membolehkan presiden tidak mengesahkan rancangan undang-undang itu menunjukkan bahwa para penyusunnya belum memahami sepenuhnya tata kelola pemerintahan presidensial. Semestinya pengesahan itu bersifat administratif. Bila presiden tidak berkenan dengan muatannya, presiden bisa menyampaikan ketidaksetujuannya pada saat pembahasan rancangan undang-undang bersama DPR.

Keengganan Presiden Joko Widodo untuk meneken rancangan UU MD3 menunjukkan bahwa Presiden kurang sreg atas rancangan itu. Sesungguhnya masalah ini dapat dihindari apabila ada komunikasi yang terbuka dan jelas dari kementerian terkait atas muatan rancangan. Di samping itu, presiden semestinya hadir pada sesi akhir pembahasan rancangan UU MD3 dan menyampaikan hal yang tidak dia setujui.

Presiden Jokowi bisa saja mengesahkan rancangan itu, lalu mengajukan peraturan pengganti undang-undang yang memperbaiki muatan yang tidak dia setujui. Namun ini langkah yang tidak lucu walaupun pernah dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terhadap Undang-Undang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. *

Sulardi

Dosen Hukum Tata Negara Universitas Muhammadiyah Malang

Berita terkait

Eks Menteri Keamanan Panama Menang Pilpres dengan Dukungan Mantan Presiden

5 jam lalu

Eks Menteri Keamanan Panama Menang Pilpres dengan Dukungan Mantan Presiden

Eks menteri keamanan Panama memenangkan pilpres setelah menggantikan mantan presiden Ricardo Martinelli dalam surat suara.

Baca Selengkapnya

Prabowo Ingin Bentuk Presidential Club, Apa Kata Para Pengamat?

21 jam lalu

Prabowo Ingin Bentuk Presidential Club, Apa Kata Para Pengamat?

Beberapa pengamat memandang pembentukan Presidential Club yang direncanakan oleh Prabowo sebagai hal positif. Namun ada hal yang juga perlu diperhatikan.

Baca Selengkapnya

Warga Panama Selenggarakan Pemilihan Umum

1 hari lalu

Warga Panama Selenggarakan Pemilihan Umum

Warga Panama pada Minggu, 5 Mei 2024, berbondong-bondong memberikan hak suaranya dalam pemilihan umum untuk memilih presiden

Baca Selengkapnya

Apa Itu Presidential Club yang Diusulkan Prabowo?

2 hari lalu

Apa Itu Presidential Club yang Diusulkan Prabowo?

Presidential Club berisi para eks presiden Indonesia yang akan saling berdiskusi dan bertukar pikiran untuk menjaga silaturahmi dan menjadi teladan.

Baca Selengkapnya

UU Desa yang Baru, Apa Saja Poin-Poin Isinya?

3 hari lalu

UU Desa yang Baru, Apa Saja Poin-Poin Isinya?

Presiden Jokowi telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 tentang Desa atau UU Desa

Baca Selengkapnya

Presiden Jokowi Dorong Hilirisasi untuk Stabilkan Harga Jagung

4 hari lalu

Presiden Jokowi Dorong Hilirisasi untuk Stabilkan Harga Jagung

Harga Jagung di tingkat petani anjlok saat panen raya. Presiden Jokowi mendorong hilirisasi untuk menstabilkan harga.

Baca Selengkapnya

Kementerian Dalam Negeri Rusia Izinkan Foto di Pasport Pakai Jilbab

6 hari lalu

Kementerian Dalam Negeri Rusia Izinkan Foto di Pasport Pakai Jilbab

Rusia melonggarkan aturan permohonan WNA menjadi warga Rusia dengan membolehkan pemohon perempuan menggunakan jilbab atau kerudung di foto paspor

Baca Selengkapnya

5 Presiden Indonesia yang Juga Petinggi Partai, Tak ada Nama Jokowi

7 hari lalu

5 Presiden Indonesia yang Juga Petinggi Partai, Tak ada Nama Jokowi

Jokowi jadi satu-satunya presiden Indonesia yang dipecat dari partai, inilah 5 Presiden Indonesia yang juga menjadi petinggi partai.

Baca Selengkapnya

Fakta Uzbekistan, Negara Asal Imam Bukhari yang Pernah Dicengkram Uni Soviet

8 hari lalu

Fakta Uzbekistan, Negara Asal Imam Bukhari yang Pernah Dicengkram Uni Soviet

Uzbekistan, tempat kelahiran Imam Bukhari, seorang periwayat hadis yang dihormati.

Baca Selengkapnya

Wacana Iuran Pariwisata di Tiket Pesawat Berpotensi Langgar UU Penerbangan

11 hari lalu

Wacana Iuran Pariwisata di Tiket Pesawat Berpotensi Langgar UU Penerbangan

Penarikan iuran yang akan dimasukkan dalam komponen perhitungan harga tiket pesawat itu dinilainya berpotensi melanggar Undang-Undang (UU).

Baca Selengkapnya