Jika Dokter Merintangi KPK

Reporter

Tempo.co

Rabu, 14 Maret 2018 07:50 WIB

Gaya terdakwa kasus korupsi e-KTP Setya Novanto saat bersiap menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, 13 Maret 2018. Setya Novanto diperiksa untuk kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP. TEMPO/Imam Sukamto

Oleh Emerson Yuntho

Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada Kamis pekan lalu, mendakwa Bimanesh Sutarjo, dokter Rumah Sakit Medika Permata Hijau, Jakarta, karena merintangi penyidikan kasus korupsi proyek e-KTP (obstruction of justice). Kasus ini melibatkan Setya Novanto, mantan Ketua DPR.

Bimanesh dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 yang ancaman pidananya 3-12 tahun penjara. Dalam dakwaan, Bimanesh diduga bersama-sama Frederich Yunadi bekerja sama untuk merintangi penyidikan dengan merekayasa data medis agar Setya Novanto dirawat inap di RS Medika sehingga terhindar dari pemeriksaan KPK pada 16 November 2017.

Langkah Bimanesh merintangi penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhirnya mencoreng citra dunia kedokteran yang selama ini dinilai baik di mata masyarakat. Meski sudah banyak dokter yang terjerat persoalan hukum, termasuk korupsi, Bimanesh adalah dokter pertama yang ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus obstruction of justice. Ini setidaknya menunjukkan bahwa profesi dokter rentan disalahgunakan atau dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu secara tidak bertanggung jawab.

Sebagai antisipasi terhadap pelaku korupsi yang pura-pura sakit, sejak 2012, Komisi Pemberantasan Korupsi menandatangani kerja sama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Kerja sama ini meliputi pemilihan tenaga medis atau dokter untuk menangani sejumlah saksi, tersangka, dan terdakwa saat ditahan oleh KPK, serta memberikan second opinion mengenai kondisi kesehatan para saksi, tersangka, dan terdakwa kasus korupsi.

Advertising
Advertising

Meski sudah ada kerja sama dengan IDI, tidak mengurangi langkah pelaku korupsi menjadikan "sakit" sebagai alasan untuk menghindari proses hukum yang sedang ditangani KPK. Setya Novanto, sebelum akhirnya ditahan KPK, pernah menjalani perawatan di RS Premier Jatinegara. Pihak keluarga menyatakan Setya terkena berbagai macam penyakit, dari vertigo hingga sakit jantung, yang mengharuskannya menjalani kateterisasi jantung. Kondisi sakit tersebut berimbas pada batalnya KPK untuk memeriksa Setya sebagai tersangka.

Alasan sakit juga pernah disampaikan O.C. Kaligis ketika menjadi tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi atas kasus suap Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Medan. Kaligis beralasan mengidap berbagai penyakit, seperti jantung, diabetes, dan tekanan darah tinggi. Kaligis juga mengajukan penangguhan penahanan dan meminta dirawat di rumah sakit. Dokter yang menangani O.C. Kaligis menyatakan pasiennya dalam kondisi sehat.

Alasan sakit juga menjangkit terdakwa lain yang dijerat KPK, yaitu Hasan Widjaja, Komisaris PT Bursa Berjangka Jakarta yang menyuap Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi senilai Rp 7 miliar. Jaksa KPK mengatakan Hasan pura-pura sakit permanen dengan menggunakan kursi roda. Padahal, selama ditahan, Hasan sehat dan dapat melakukan kegiatan sehari-hari, termasuk berolahraga.

Pada akhirnya, kasus yang menimpa dokter Bimanesh sebaiknya menjadi pelajaran bagi semua dokter untuk menjunjung profesionalisme dan tidak menggadaikan profesinya untuk tujuan menyimpang. Untuk meminimalkan adanya dokter yang kembali dijerat KPK maupun penegak hukum lain, perlu segera dilakukan langkah pencegahan dan penindakan.

Sebagai langkah pencegahan, KPK maupun organisasi dokter, seperti IDI, juga perlu melakukan sosialisasi informasi yang lebih masif perihal tindakan dokter membantu pelaku korupsi untuk menghindari proses hukum. Tindakan itu tidak hanya merupakan perbuatan tercela, tapi juga memiliki konsekuensi hukum yang dapat menjeratnya.

Apabila memberikan keterangan tidak benar dan diagnosis palsu yang menguntungkan tersangka korupsi, seorang dokter dapat dijerat dengan pasal obstruction of justice melalui Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Ancamannya 4-8 tahun 6 bulan penjara.

Adapun untuk penindakan, selain mendukung upaya penegak hukum memproses secara pidana terhadap oknum dokter yang melanggar, pihak konsil kedokteran dan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia sebaiknya harus berani menjatuhkan sanksi atas pelanggaran etik dan disiplin yang dilakukan dokter. Beberapa sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap dokter nakal itu antara lain peringatan tertulis hingga rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi, yang berarti gelar profesi dokternya dapat dicabut.

Sanksi tegas dari organisasi profesi dan ancaman hukuman pidana maksimal tersebut diharapkan dapat membuat jera oknum dokter sekaligus mengembalikan citra dokter di mata publik. Pada masa mendatang, jangan ada lagi dokter yang merintangi Komisi Pemberantasan Korupsi atau tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi.

Emerson Yuntho.

Anggota Badan Pekerja ICW, dan Apta Widodo Hartama, Alumnus Sekolah Antikorupsi ICW 2017

Artikel ini dimuat di Koran Tempo, 13 Maret 2018.

KPK

Berita terkait

KPK Tetapkan Bekas Gubernur Maluku Utara Abdul Ghani Kasuba Tersangka TPPU

3 jam lalu

KPK Tetapkan Bekas Gubernur Maluku Utara Abdul Ghani Kasuba Tersangka TPPU

Mantan Gubernur Maluku Utara Abdul Ghani Kasuba ditetapkan sebagai tersangka pencucian uang

Baca Selengkapnya

Busyro Muqoddas Tak Lagi Percaya Pansel KPK Bentukan Jokowi, Desak Ada Proses Demokratis

7 jam lalu

Busyro Muqoddas Tak Lagi Percaya Pansel KPK Bentukan Jokowi, Desak Ada Proses Demokratis

Busyro Muqoddas tak ingin KPK kian terpuruk setelah pimpinan yang dipilih lewat pansel hasil penunjukkan Jokowi bermasalah

Baca Selengkapnya

Gus Muhdlor Ditahan, Wakil Bupati Sidoarjo Dilantik Jadi Plt Bupati

9 jam lalu

Gus Muhdlor Ditahan, Wakil Bupati Sidoarjo Dilantik Jadi Plt Bupati

Gus Muhdlor dilarang menjalankan tugas sebagai bupati jika sedang menjalani masa tahanan.

Baca Selengkapnya

Praperadilan Eks Kepala Rutan KPK Ditolak, Pengacara Tidak Sependapat dengan Putusan Hakim

9 jam lalu

Praperadilan Eks Kepala Rutan KPK Ditolak, Pengacara Tidak Sependapat dengan Putusan Hakim

Pengacara eks Kepala Rutan KPK menghormati putusan praperadilan meski tidak sependapat dengan hakim.

Baca Selengkapnya

Praperadilan Bekas Kepala Rutan KPK Ditolak, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

10 jam lalu

Praperadilan Bekas Kepala Rutan KPK Ditolak, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Hakim PN Jakarta Selatan menolak gugatan praperadilan eks Kepala Rumah Tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (Rutan KPK), Achmad Fauzi

Baca Selengkapnya

KPK Buka Peluang Hadirkan Febri Diansyah dan Rasamala Aritonang di Sidang Syahrul Yasin Limpo, Bahas Kebocoran BAP

13 jam lalu

KPK Buka Peluang Hadirkan Febri Diansyah dan Rasamala Aritonang di Sidang Syahrul Yasin Limpo, Bahas Kebocoran BAP

Eks Sespri Kasdi Subagyono minta perlindungan LPSK karena BAP miliknya di KPK bocor ke tangan Syahrul Yasin Limpo.

Baca Selengkapnya

Sidang Korupsi Syahrul Yasin Limpo, Jaksa KPK Hadirkan 4 Saksi dari Kementan

13 jam lalu

Sidang Korupsi Syahrul Yasin Limpo, Jaksa KPK Hadirkan 4 Saksi dari Kementan

Jaksa KPK menghadirkan empat saksi dalam sidang bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo alias SYL di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu, 8 Mei 2024

Baca Selengkapnya

Kepala Bea Cukai Purwakarta Dilaporkan ke KPK, Bermula dari Bisnis Ekspor Impor

14 jam lalu

Kepala Bea Cukai Purwakarta Dilaporkan ke KPK, Bermula dari Bisnis Ekspor Impor

Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy Hutahaean dilaporkan ke KPK oleh pengacara bernama Andreas atas tuduhan tak lapor LHKPN secara benar.

Baca Selengkapnya

KPK Masih Kumpulkan Alat Bukti Baru untuk Kembali Tetapkan Eks Wamenkumham Eddy Hiariej sebagai Tersangka

14 jam lalu

KPK Masih Kumpulkan Alat Bukti Baru untuk Kembali Tetapkan Eks Wamenkumham Eddy Hiariej sebagai Tersangka

Johanis Tanak mengatakan dalam penyidikan baru tersebut KPK akan mencari bukti untuk penetapan tersangka.

Baca Selengkapnya

Kepala Bea Cukai Purwakarta Dilaporkan ke KPK Miliki Aset Hingga Rp60 Miliar, Segini Harta Kekayaannya di LHKPN

15 jam lalu

Kepala Bea Cukai Purwakarta Dilaporkan ke KPK Miliki Aset Hingga Rp60 Miliar, Segini Harta Kekayaannya di LHKPN

Dilansir dari laman e-LHKPN milik KPK, Kepala Bea Cukai Puwakarta itu terakhir melaporkan harta kekayaannya pada 31 Desember 2022.

Baca Selengkapnya